Artikel

Notulen Pendidikan Indonesia, Evaluasi, Resolusi, dan Prediksi (Study kasus Kurikulum Pendidikan Indonesia saat ini)

Jamaludin Akbar, M.Pd

2023-12-10 20:03:12 |  View : 4423


DI Tahun 2023 sekitar 277 juta manusia hidup dinegara Indonesia, ada 44,19 juta murid di Indonesia pada tahun ajaran 2022/2023. Jumlah tersebut turun 1,56% dibandingkan periode tahun sebelumnya yang sebanyak 44,88 juta orang, 3, 37 juta guru dan 219 ribu sekolah. Indonesia menjadi negara dengan system Pendidikan terbesar ke 4 di dunia. Tapi apakah ukuran yang super besar ini berbanding lurus dengan kualitasnya?
Programme for International Students Assessment (PISA) adalah studi yang diselenggarakan oleh Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD). OECD melakukan survei internasional untuk mengukur tingkat literasi dasar siswa usia 15 tahun seperti membaca, matematika, dan sains. Capaian PISA 2018 menunjukkan, Indonesia menduduki posisi 10 terbawah dari 79 negara yang berpartisipasi. Kemampuan rata-rata membaca siswa Indonesia adalah 80 poin di bawah rata-rata OECD. Kemampuan siswa Indonesia juga masih berada di bawah capaian siswa di negara-negara ASEAN. Kemampuan rata-rata membaca, matematika, dan sains siswa Indonesia secara berturut-turut adalah 42 poin, 52 poin, dan 37 poin di bawah rerata siswa ASEAN. 

Pro dan Kontra 
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menganggarkan dana pendidikan tahun sebesar Rp608,3 triliun atau sebesar 20% dari APBN, namun kontribusi sektor Pendidikan kepada PDP kita itu masih rendah, hanya 11,6 %, berita baiknya Indonesia berhasil meraih peringkat pertama negara dengan ekonomi terbesar di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) saat ini. PDB yang dihasilkan Indonesia diperkirakan mencakup sepertiga total PDB ASEAN.
Pro
Sistem Pendidikan Indoensia yang berfokus pada mata Pelajaran inti, penulis menemukan sebuah paradigma bahwa Indonesia itu terlalu generalis, beragam pelajarannya, kurang focus, tapi ternyata system seperti ini bsia membantu membangun sebuah pondasi pengetahuan yang solid, jadi jangan heran kalau lebih banyak generalis daripada spesialis.
Sistem Pendidikan yang berstandar nasional, artinya Pendidikan Indonesia mengaktualisasikan satu kurikulum dan kurikulumnya tersetandar dari pemerintah, berharap program ini dapat membantu siswa siswa dari sabang sampai merauke, konsisten kualitasnya walau pun faktanya banyak sekolah yang tidak berimbang dengan program pemerintah tersebut. Teritegrasi dengan nilai nilai nasionalisme, kurikulum sekarang mengitegrasikan nilai nasionalisme dan patriotism dalam bentuk materi Sejarah dan kebudayaan, berharap menjadi awal teori yang akan diperaktekan peserta didik dalam kesehariannya. Peserta didik akan lebih memahami dan bisa mengapresiasi sejarah dan kebudayaannya sendiri
Kontra
Kurikulum yang cenderung tidak relevan dengan kebutuhan masa kini. Banyak yang memberikan opini yang menyatakan bahwa kurikulum kita ketetinggalan zaman, kurang mampu mempersiapkan siswa untjuk bersaing di lapangan kerja abada 21, kenapa? Karena tenaga kerja kita kalah bersaing dengan tenaga kerja asing atau tidak memiliki skill set yang dibutuhkan di lapangan pekerjaan, “penganghuran banyak, tapi perusahan susah mencari pekerja”. Kurangnya wadah atau program untuk melatih critical thinking. Belum sepenuhnya peserta didik, berani mengungkapkan pendapatnya, bertanya, lebih difokuskan untuk mencatat dan menghafal, dan ketika ada peserta didik yang income case malah ditutup pintu demokrasinya, Ruang yang realtif sempit untuk mengeksplor minat siswa. Banyak yang salah kaprah ketika menentukan minat dan bakat, hal ini ditemukan karena minatnya tidak dilatih sejak dini, Pendidikan kita fokus pada core subjek, sperti matematika, science, Bahasa asing, itu semua ada dikurikulum, siswa belajar dari jam 7 pagi sampai jam 3 sore. Tugas, belajar tambahan, akhirnya tidak ada waktu yang banyak buat mengeksplore minat dan bakat mereka sendiri. Indonesia emas, 2045 adalah istilah yang digunakan untuk menandai negara kita yang berusia 100 tahun, harapan tinggi mencuat bahwa di tahun itu seharusnya Indonesia bertransformasi menjadi negara maju. Paradigma penulis menegaskan bahwa ditahun 2045 yang terjadi adalah demografi, masalah kuantitas penduduk ini adalah momen dimana terjadi pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Kenapa kuantitas menjadi penting banget karena semakin banyak usia produktif semakian banyak tenaga kerja, semakin banyak produktifitas, ekonomi akan semakin meningkat, hal ini menarik karena kelebihan kita kuantitas saja. “negara luar lebih hebat dalam melahirkan teknologi, Indoensia hebat dalam melahrikan anak”. Angka kehamilan yang tinggi di masa pandemic covid 19, diperkirakan ada 500 ribu bayi yang baru lahir. Sementara itu negara Negara maju mengalami minus angka kelahiran, orang orangnya tidak menikah, child free, bahkan jepang akan kehilangan 5 % penduduknya ditahun 2023. Dalam hal kuantitas ini sangatlah menjanjikan, namun apabila kita membahas kualitasnya yang terjadi adalah Indoensia akan kesulitan menciptakan lapangan kerja, ini menjadi bom waktu dan potensi negatif apabila kualitas Pendidikan dan kualiutas demografi orang Indoensia itu tidak ditingkatkan. Solusinya adalah Kebijakan yang selaras, infrastruktur dan yang apling pentinga dlah Pendidikan, pertanyaannya Pendidikan kita sudah siap? Atau belum untuk menyambut bonus demografi. Apakah Pendidikan Indoensia Siap menyambut 2045? Kualitas guru, kualitas guru juga masih rendah. Faktanya jumlah guru di Indoensia itu banyak secara kuantitas. Rasio guru yang ideal menurut peraturan pemerintah, satu guru menangani 20 murid sebenanrnya kita sudah ada di angka yang ideal tapi kualitasnya tidak sebaik kuantitas gurunya itu sendiri, performa guru kita itu secara rata rata masih dibawah KKM namun bukan bertati 100 % guru tidak berkualitas, ada yang berkualias namun juga banyak yang tidak berkualitas.
Prediksi dan ekspetasi Pendidikan Indonesia
Penulis megaskan bahwa salah satu factor yang menentukan seberapa tinggi kualitas SDM di suatu negara adalah yang lulus Strata 1, istilah pendidiknya adalah net rollment rate intersering education, Hasil sensus Dukcapil pada tahun 2022, hanya 6,41% yang sudah mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. Jangankan rata rata global, rata rata Asia saja kita belum sampai. Kuliah mungkin tidak menjamin sebuah kesuksesan atau keberhasilan dalam hidup, namun faktanya banyak profesi yang diharuskan menyerahkan ijazah Pendidikan di perguruan tinggi
Meningkatkan APBN untuk Pendidikan, faktanya dana Pendidikan mengambil 20% dari APBN, ini sudah besar namun penyerapannya belum sebesar atau banyak oknum yang berpotensi korupsi. Tingkatkan anggaran untuk guru, kurang cukup hanya 2 atau 3 kali pelatihan untuk menjadi guru yang memiliki kompetensi. Apresisasi dengan system sertifikasi yang lebih ketat karea butuh pelatihan yang lebih intensif dan sesuai, maka perlu anggaran yang lebih besar bukan hanya untuk kualitas tapi juga meningkatkan pendapatan secara ekonomi, semoga menjadi motivasi dan bisa meningkatkan fasilitas dan kopensasi untuk guru.
Tingkatkan kualitas model kegiatan belajar dan mengajar. Banyak peneliti dan pengguat pendidikan yang berpendapat bahwa Indoensia sering mengganti kurikulum tapi belum bisa ada hasil yang signifikan karena implementasinya belum maksimal dan belum merata dengan baik. Penyelarasan kurikum juga harus meletakan dengan kebutuhan zaman. Dengan meningkatnya teknologi modern dewasa ini semua dimudahkan contoh halnya ketika seseorang diberikan tugas membuat makalah, essay, skripsi, hitungan sudah tidak relevan, akrena apa ? sekarang sudah ada A.I, contohnya cheat GPT, bisa membuat 1000 kata essay dalam 1 menit, bisa menyelesaikan perhitungan yang rumit, Ibaratnya kalua sudah ada A.I buat tapa lagi kita harus belajar menghitung, menganalisis, membuat karya ilmiah, A.I sudah paling benar dalam menemukan solusi. 
Selain harus menguasai critical thinking dan problem solving yang baik, perseta didik juga harus diajarkan dengan perkembangan zaman dan teknologi yang semakin berkembang. Gurunya juga pada akhirnya menggunakan A.I juga dalam menemukan maslah proses pembelajrannya, hal ini bisa positif namun juga bisa jadi negatif khsuusnya dalam etos kerja yang emlahirkan sikap malas untuk berpikir dan menaral serta membukan daya demokrasinya dalam menyampaikan sebuah aspirasi hasil buah pikirnya sndri yang murni, mungkin 5-10 tahun kedepan guru akan digantikan oleh robot. A. I itu sangatlah powerful di zaman sekarang
Penulis berharap Pendidikan di Indoensia kedepannya bisa inklusif dan lebih mudah diakses oleh semua anak di Indoensia, terlepas dari latar belakangnya, ekonomi dan interfensi hal lainnya yang mengganggu, kebijakan pemerintah yang tidak memihak serta memanfaatkan kesempatan untuk melanjutkan pendikan lebih lanjut. 


Daftar Pustaka 

Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbudristek, (2021). Meningkatkan Kemampuan Literasi Dasar Siswa Indonesia Berdasarkan Analisis Data PISA 2018 (Risalah Kebiajakn). Pusat Penelitian Kebijakan, Jakarta. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/09/20/hanya-6-warga-indonesia-yang berpendidikan-tinggi-pada-juni-2022

https://dataindonesia.id/ragam/detail/ada-219485-sekolah-di-indonesia-pada-20222023

 https://dataindonesia.id/ragam/detail/ada-4419-juta-murid-di-indonesia-pada-20222023

 https://setkab.go.id/pemerintah-alokasikan-anggaran-pendidikan-rp6083-triliun-tahun-2023/

 https://www.bps.go.id/pressrelease/2023/08/07/1999/ekonomi-indonesia-triwulan-ii-2023-tumbuh-5-17-persen--y-on-y-.html https://www.stat.go.jp/english/data/jinsui/2022np/index.html

 https://www.worldometers.info/world-population/population-by-country/